Recent Comments

About

©2013-2016 SAHL. Gambar tema oleh Storman. Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Wikipedia

Hasil penelusuran

HUTA TINGGI

HUTA TINGGI

JOB CAREER

JOB CAREER

ICON

ICON

Home Top Ad


SAHL

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Arsip Blog

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Breaking

AMBARAWA

AMBARAWA

ADVERTISE

ADVERTISE

PANGURURAN

PANGURURAN

BERASTAGI

BERASTAGI

SIDIHONI

SIDIHONI

RAJA AMPAT

RAJA AMPAT

Fashion

News

Food

Sports

Food

Technology

Featured


Videos

ALAM BUKANLAH MUSUH MELAINKAN SAHABAT KITA


Mengenai Saya

Foto saya
Who am i? I am that i am

WONOSOBO

WONOSOBO

PUSUK BUHIT

PUSUK BUHIT

LAUSER

LAUSER

SIBAYAK

SIBAYAK

SINABUNG

SINABUNG

BROMO

BROMO

RINJANI

RINJANI

MERAPI

MERAPI

SEMERU

SEMERU

Tags

Labels

Blogger templates

About Me

authorHello, my name is Jack Sparrow. I'm a 50 year old self-employed Pirate from the Caribbean.
Learn More →

Random Post

Halaman

Recent Posts

Blogroll

Minggu, 31 Oktober 2010

Tak Hanya Menyaksikan di TV, Bromo Emang Wow

 

CERPEN

Gunung Bromo di Jawa Timur/Abhotneo




Oleh : Abhotneo Naibaho



Pagi yang cerah pada Minggu, 31 Oktober 2010 dengan angin sejuk di pagi hari, kami menapaki bukit-bukit terjal dalam perjalanan mulai dari gunung Pananjakan menuju lereng Gunung Bromo. Mengendarai Jeep Hartop, seakan mengingat kembali akan masa kecil ku yang kala itu mobil jenis Jeep masih bersileweran dan menjadi tren di kota halamanku Pematangsiantar. Pengalamanku masih terbilang jari menaiki kendaraan tersebut. Itu pun, menumpangi kepunyaan keluarga. 


Perjalanan ku bersama kawan-kawan seperjalanan hampir sebagian besar menjadi pengalaman pertama seumur hidup mengunjungi Bromo. Dari Pananjakan kami menempuh kurang lebih empat puluh menitan ke lereng Bromo. Jeep-Jeep tahun 60-an tadi dibayar cukup mahal untuk menghantarkan kami ke sana. Sesampainya di lereng, maka terlihat sebuah hamparan luas (landscape) dengan pandangan ke depan ke arah Gunung Bromo. 


Wooww….wooww…..sungguh menakjubkan sekali karya Yang Maha Kuasa dengan alam yang begitu indah dipandang dengan mata. Tidak hanya Gunung Bromo saja yang terlihat oleh kami di lereng, namun sebuah gunung yang masih berwarna kehijauan ternyata merupakan anak Gunung Bromo yang bernama Gunung Batok. Gunung Batok ini tidak aktif seperti gunung Bromo.  


Tidak menunggu waktu yang terlalu lama, pemandu perjalanan kami langsung membagi-bagikan voucher berkuda sebagai transportasi kami dari lereng hingga ke kaki Gunung Bromo. Ini pun juga merupakan pengalamanku yang pertama kali menunggangi kuda. Kuda yang kunaiki berwarna coklat, gagah dan berjenis kelamin jantan. Aku diiringi pemandunya, seorang masih muda, bersuku Tengger. Mereka adalah penduduk asli sekitar Bromo yang sebagian besar bermatapencaharian menjadi pemandu kuda bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.


Rasa takut sedikit hinggap di hatiku oleh karena di atas kuda ternyata tidak setenang berada di mobil atau sepeda motor. Dibutuhkan keseimbangan tubuh agar tidak jatuh. Kurang lebih dua puluh menit, aku tiba berkuda bersama pemandunya yang sedari tadi berada di depan. Sesampainya di kaki gunung, langkah selanjutnya adalah menaiki ratusan anak tangga menuju puncak Bromo. Stamina tubuhku tidak seperti dulu lagi. Mungkin karena berat tubuhku kini sudah melar alias tidak selangsing dulu. Baru puluhan anak tangga saja, napas sudah ngos-ngosan, bahkan kaki hingga paha tak berdaya untuk melanjutkannya lagi. Dibutuhkan istirahat sejenak sembari menarik napas yang baru.

Di sana ada cukup banyak pengunjung. Dari mulai kanak-kanak hingga kakek-nenek. Turis asing juga tidak ketinggalan untuk menyaksikan Bromo dalam tampak dekat hingga ke puncak. Sejenak, aku menoleh kepada kakek maupun nenek yang sudah usia lanjut namun mempunyai semangat yang gigih untuk tiba di puncak. Sebagai orang muda aku merasa malu pada mereka kalau-kalau aku tidak bisa sampai di atas. Melihat mereka menambah kepercayaan diri dan semangat ku untuk terus menaiki anak tangga puluhan demi puluhan anak tangga.


Akhirnya garis finis menjadi bagianku untuk tiba di puncak Bromo. Menarik nafas dalam-dalam agar tenang dan rasa letih hilang selama di atas. Tampak oleh ku, memandang ke bagian dalam gunung kawah yang sedikit ditutupi asap dan bau belerang yang khas menusuk hidung dan pernafasan. Ternyata Bromo adalah benar salah satu dari sekian banyak gunung yang ada di Indonesia yang masih berstatus aktif. Di atas tak lebih dari satu jam aku sudah menyaksikan akan apa yang ada di puncak Bromo. Kembali aku menuruni anak tangga untuk kembali ke Parkiran. 


Pemandu kuda yang kunaiki saat perginya tadi tetap setia menunggu ku selama aku menaiki anak tangga hingga aku turun kembali. Orang Tengger cukup cepat mengenali pengunjung rupanya. Malah dia yang memanggil ku dan memberikan keterangan bahwa dia dan kudanyalah yang kunaiki tadi menuju kaki Bromo. Dalam perjalanan pulang lebih dibutuhkan kewaspadaan ketimbang pergi karena harus menuruni jalanan dari pebukitan. Kami sedikit berdialog antara aku dan si pemandu kuda yang kunaiki. Aku bertanya padanya tentang kudanya apakah sudah milik sendiri atau majikan. Luar biasa ternyata dia menjawab, bahwa kuda tersebut sudah miliknya pribadi. “Harga kuda tersebut berkisar sepuluh juta seekornya,” imbuh si pemandu kembali kepadaku. 


Di tengah perjalanan menuju ke parkiran Jeep, kami berhenti sejenak untuk aku mengambil sebuah jepretan gambar dengan kamera hanphone ku dengan berlatarkan sebuah Pure (rumah ibadah umat Hindu) yang selama ini kutahu hanya lewat televisi saja. Aku berterima kasih kepada sang pemandu karena dia sangat rendah hati untuk mengambilkan dua buah foto bagiku.


Tiba di parkiran, aku turun dari kuda dengan penuh waspada agar tidak terjatuh. Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih kepada sang pemandu dan hanya selembar uang kertas yang dapat kuberikan padanya sebagai uang tip padanya. Dia pun tak lupa membalaskan dengan perkataan terima kasih juga padaku.


Rasa bangga, senang bisa pergi dan kembali dari puncak Bromo dengan selamat tanpa kurang sesuatu apapun. Sembari menunggu kawan-kawan yang lain tiba, aku membeli souvenir berupa kaos oblong bertuliskan “Bromo Mountain”. Bahannya tidak terlalu bagus tapi paling tidak aku pikir ada suatu kenangan bahwa aku pernah dari Bromo. Aku membeli 2 pcs, satu buatku dan satunya lagi buat istri tercinta di rumah. 


Perjalanan pergi dan pulang dari puncak Bromo membuatku sedikit lapar. Aku melihat orang Tengger yang berjualan kacang rebus. Segera kuhampiri dia untuk membeli satu kantong kresek kecil. Aku menikmati kacang rebus sampai menuggu instruksi selanjutnya dari tour guide kami selanjutnya. 


Satu jam kemudian, kami sudah berkumpul bersama dan tibalah waktu kami untuk meninggalkan Bromo dan kembali ke hotel. Sebuah perjalanan yang sedikit melelahkan, namun pengalaman dan wawasan tentang alam kian bertambah. Adalah sebuah anugerah bagiku ketika keindahan alam dapat dinikmati apalagi ia (alam) mau bersahabat dengan manusia. 


Till we meet again Bromo……..

0 on: "Tak Hanya Menyaksikan di TV, Bromo Emang Wow"