CERPEN
Tampak Gunung Singgalang sedang mengeluarkan asap pada pagi harinya. |
Oleh: Abhotneo Naibaho
Menjadi petani singkong selama dua hari di Saribudolok, Kabupaten Simalungun itu ‘sesuatu banged’. Bayangkan (“……”) badan serasa remuk semua ditambah lagi medan jalan menuju areal ladang begitu menantang lagi butuh keseimbangan badan. Ck…ck….
Aku bersama seorang temanku yang kerap kusebut nama panggilannya si “ayam potong” harus berjiwa besar ikut menemaniku menjalani profesi sebagai petani singkong tepatnya memanen singkong selama dua hari.
Kok jadi ngelantur ya bahasannya…….????? (hua…ha….ha….)
Hubungannya dengan photo ntu apaan…..?????? Ceritain donk...!!!!
Jadi begini. Sehari setelah berjibaku mencabut batang-batang pohon singkong baik berukuran besar dan kecil hingga mentari terbenam, kami kembali ke pemondokan di Saribudolok Kota. Badan dah remuk hampir patah-patah ne, namun aku, sahabatku si “ayam potong” dan bapak yang empunya pondok kami terlibat bercakap-cakap-ria sehabis makan bersama. Sesudahnya, tak lama ke tiganya berbaring di ruang tamu karena sudah keletihan. Zzzz…..zzzzz (terpaksa ngorok) aku mendadului sahabatku dan si bapak tersebut untuk tidur duluan (tanpa pamit).
Keesokan paginya, badan sudah fit kembali menyambut sang mentari kembali terpancar dari ufuk timur. sebelum menyantap sarapan (ala kadarnya). Dari beranda pondok, aku menatap persis ke arah gunung Singgalang dan sebuah menara Gereja dengan jarak pandang dari atap seng rumah di seberang pondok kami kira-kira satu kiloan meter. Aku menjepret pemandangan ‘tak berbayar’ itu alias cuma-Cuma di mana Pencipta menganugerahi sebuah pemandangan fantastis untuk kutatap pagi itu persis dari arah beranda pondok di mana kami menumpang.
Sesaat setelah mendokumentasikannya, aku dan sahabatku kembali harus melanjutkan petualangan bersama kembali karena ini adalah sebuah tugas dari seseorang dari Pulau Dewata untuk kami menyelesaikan project pencabutan batang-batang singkong tersebut atas target dan waktu yang sudah disepakati oleh yang memberi tugas pada kami sebab nantinya batang-batang singkong tersebut sudah dibooking oleh buyer dari daerah lain.
Hari kedua badan ini justru semakin remuk bin patah-patah bahkan harus lembur hingga mentari semakin jauh tenggelam di belahan barat. Kami berkejaran dengan waktu karena malam itu juga kami harus kembali ke Kota kami tercinta dikarenakan sahabatku si “ayam potong” harus melanjutkan tugasnya menyelesaikan satu project kecil yang sedikit menggantung atas permintaanku padanya untuk menjadi petani singkong selama dua hari.
Syukur pada Maha Kuasa dengan tempo empat puluh menitan kami tiba kembali ke Kota tercinta bersama sepeda motor yang kami pakai dengan kecepatan di atas rata-rata. Betapa kami letih tak berdaya mengerjakan tugas sebagai petani singkong selama dua hari. Namun rasa bahagia juga turut menjadi bagian kami karena di samping sudah mengantongi upah kerja kami, plus sebuah jepretan pemandangan alam Gunung Singgalang dengan sebuah Menara Gereja yang tampak fantastis dan aku memberinya judul; Merajut Persahabatan “Antara Singgalang dan Gereja”.
Menutup cuap-cuap ini, ijinku kepada siapa pun yang nantinya akan membaca dengan kalimat “MY JOB MY ADVENTURE”.
0 on: "Merajut Persahabatan Antara Singgalang dan Gereja"