Recent Comments

About

©2013-2016 SAHL. Gambar tema oleh Storman. Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Wikipedia

Hasil penelusuran

HUTA TINGGI

HUTA TINGGI

JOB CAREER

JOB CAREER

ICON

ICON

Home Top Ad


SAHL

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Arsip Blog

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Breaking

AMBARAWA

AMBARAWA

ADVERTISE

ADVERTISE

PANGURURAN

PANGURURAN

BERASTAGI

BERASTAGI

SIDIHONI

SIDIHONI

RAJA AMPAT

RAJA AMPAT

Fashion

News

Food

Sports

Food

Technology

Featured


Videos

ALAM BUKANLAH MUSUH MELAINKAN SAHABAT KITA


Mengenai Saya

Foto saya
Who am i? I am that i am

WONOSOBO

WONOSOBO

PUSUK BUHIT

PUSUK BUHIT

LAUSER

LAUSER

SIBAYAK

SIBAYAK

SINABUNG

SINABUNG

BROMO

BROMO

RINJANI

RINJANI

MERAPI

MERAPI

SEMERU

SEMERU

Tags

Labels

Blogger templates

About Me

authorHello, my name is Jack Sparrow. I'm a 50 year old self-employed Pirate from the Caribbean.
Learn More →

Random Post

Halaman

Recent Posts

Blogroll

Featured Posts

Jumat, 02 November 2018

Seperti apa Perilaku kita saat berpetualang di Hutan?

- Tidak ada komentar

Minggu, 15 Oktober 2017

Hari Hak Asasi Binatang, SAHL: Stop Memburu Binatang yang Dilindungi!

- Tidak ada komentar
SPECIAL DAY

Flyer: Hari Hak Asasi Binatang-SAHL.


"Stop memburu binatang yang dilindungi!"

"Stop merusak alam hutan sebagai habitat bagi binatang!"

Rabu, 20 September 2017

Hari Emisi Nol: Stop Emisi!

- Tidak ada komentar
FLYER

Flyer Hari Emisi Nol/SAHL.

Rabu, 14 Desember 2016

Puspa dan Satwa wajib kita Pelihara!

- Tidak ada komentar

CATATAN PENDEK
  
Banner HCPN 2016/SAHL


Oleh: Abhotneo Naibaho



Puspa berarti bunga. Sementara, satwa berarti binatang. Kita, sebagai manusia yang memang diciptakan oleh Maha Pencipta secara khusus tentu berbeda dengan puspa dan satwa. Manusia punya akal dan pikiran, sementara puspa dan satwa sama sekali tidak.


Hari ini adalah haari yang cukup spesial terhadap puspa dan juga satwa. 15 Desember pada setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN). Pemerintah menetapkannya tentu bukan tidak punya alasan dan tujuan. Kita diajak untuk memiliki rasa cinta terhadap puspa (bunga) dan juga satwa (binatang).


Bunga dan binatang yang dimaksud memang secara umum adalah setiap bunga atau binatang apa saja. Tetapi secara khusus yang dimaksudkan adalah aneka puspa yang memang benar-benar dilindungi karena keberadaannya sudah cukup langka. Sama halnya dengan binatang, beberapa satwa yang dilindungi karena binatang tersebut sudah semakin langka bahkan diambang kepunahan.





Keanekaragaman Puspa 


Jika ada yang beranggapan urusan soal bunga adalah urusan kaum wanita tentu tidak lah semestinya benar. Di beberapa daerah, ada banyak kaum pria yang concern terhadap puspa (bunga). Bahkan tidak sedikit juga, kaum pria pecinta puspa, hidupnya bisa lebih dari cukup menjalankan bisnis jual-beli bunga, apalagi bunga yang memang lagi booming di pasaran seperti beberapa tahun lalu, bunga antrium bikin heboh para pebisnis dan juragan soal bunga dan tumbuhan.

Beberapa puspa (bunga) yang memang sudah langka keberadaanya seperti; bunga anggrek, bunga bangke, bunga kembang sepatu dan yang lainnya, keanekaragamannya bisa tetap terjaga dan dilestarikan.




Aneka Satwa dilindungi


Sama halnya dengan puspa atau beberap tumbuhan yang dilindungi, satwa atau binatang juga banyak yang dilindungi keberadaannya seperti penyu, gajah, ikan paus, panda, burung jalak, orangutan, badak, dan masih banyak lagi yang spesies atau turunannya sudah sangat langka bahkan diambang kepunahan.

Berbagai upaya oleh sekelompok orang untuk memburu beberapa satwa dilindungi baik secara ilegal demi meraup keuntungan atas perdagangan liar akan satwa dilindugi masih terus terjadi.




Kita harus menjaga kelestarian alam, dimulai dari sekitar kita. Aneka puspa dan satwa diciptakan oleh Maha Pencipta bukan lah suatu kebetulan. Puspa dan Satwa diciptakan oleh Maha Pencipta masing-masing punya fungsi dan peranan di alam semesta. Sebagai contoh, puspa atau bunga identik dengan keindahan. Jika bunga, tidak ada, maka suasana pemandangan alam sekitar serasa kurang lengkap. Belum lagi beberapa fungsi tumbuhan yang di antaranya dapat digunakan oleh manusia sebagai obat-obatan untuk menyembuhkan sakit-penyakit yang disebut dengan istilah herbal.

Demikian halnya dengan binatang, beberapa di antaranya juga berguna untuk menambah stamina dan kesehatan tubuh manusia. Menyembuhkan sakit-penyakit dalam tubuh. Jika kita--manusia butuh kehidupan, demikian halnya binatang juga membutuhkan kehidupan untuk bisa bebas di alam atau pun habitatnya.

Senin, 21 November 2016

Pohon juga Butuh Kehidupan, Stop Menebang Pohon!!

- Tidak ada komentar

Ilustrasi/sahl.


Hanya sedikit saja yang dibutuhkan dari kita manusia

Buka mata, hati dan pikiran


Bahwa pohon juga adalah mahluk hidup


Ia butuh kehidupan, sama seperti kita manusia



Mengapa kita harus menebang pohon sembarangan


Demi memenuhi hasrat kita menggapai sukses


Haruskah kita kehilangan oksigen 


Yang akan menyuplai bagi keberlangsungan kehidupan manusia...



Stop menebang pohon secara sembarangan dan membabi buta!


Stop Illegal Logging sekarang juga!


Sebelum alam menyatakan murkanya bagi kita


Demi anak cucu negeri kita hari ini dan esok




Salam,



SAHL

Sahabat Alam Hijau Lestari

Senin, 15 Juni 2015

Merajut Persahabatan Antara Singgalang dan Gereja

- Tidak ada komentar
CERPEN

Tampak Gunung Singgalang sedang mengeluarkan asap pada pagi harinya.


Oleh: Abhotneo Naibaho

Menjadi petani singkong selama dua hari di Saribudolok, Kabupaten Simalungun itu ‘sesuatu banged’. Bayangkan (“……”) badan serasa remuk semua ditambah lagi medan jalan menuju areal ladang begitu menantang lagi butuh keseimbangan badan. Ck…ck….
 
Aku bersama seorang temanku yang kerap kusebut nama panggilannya si “ayam potong” harus berjiwa besar ikut menemaniku menjalani profesi sebagai petani singkong tepatnya memanen singkong selama dua hari.
 
Kok jadi ngelantur ya bahasannya…….????? (hua…ha….ha….)
 
Hubungannya dengan photo ntu apaan…..?????? Ceritain donk...!!!!
 
Jadi begini. Sehari setelah berjibaku mencabut batang-batang pohon singkong baik berukuran besar dan kecil hingga mentari terbenam, kami kembali ke pemondokan di Saribudolok Kota. Badan dah remuk hampir patah-patah ne, namun aku, sahabatku si “ayam potong” dan bapak yang empunya pondok kami terlibat bercakap-cakap-ria sehabis makan bersama. Sesudahnya, tak lama ke tiganya berbaring di ruang tamu karena sudah keletihan. Zzzz…..zzzzz (terpaksa ngorok) aku mendadului sahabatku dan si bapak tersebut untuk tidur duluan (tanpa pamit).
 
Keesokan paginya, badan sudah fit kembali menyambut sang mentari kembali terpancar dari ufuk timur. sebelum menyantap sarapan (ala kadarnya). Dari beranda pondok, aku menatap persis ke arah gunung Singgalang dan sebuah menara Gereja dengan jarak pandang dari atap seng rumah di seberang pondok kami kira-kira satu kiloan meter. Aku menjepret pemandangan ‘tak berbayar’ itu alias cuma-Cuma di mana Pencipta menganugerahi sebuah pemandangan fantastis untuk kutatap pagi itu persis dari arah beranda pondok di mana kami menumpang.
 
Sesaat setelah mendokumentasikannya, aku dan sahabatku kembali harus melanjutkan petualangan bersama kembali karena ini adalah sebuah tugas dari seseorang dari Pulau Dewata untuk kami menyelesaikan project pencabutan batang-batang singkong tersebut atas target dan waktu yang sudah disepakati oleh yang memberi tugas pada kami sebab nantinya batang-batang singkong tersebut sudah dibooking oleh buyer dari daerah lain.
 
Hari kedua badan ini justru semakin remuk bin patah-patah bahkan harus lembur hingga mentari semakin jauh tenggelam di belahan barat. Kami berkejaran dengan waktu karena malam itu juga kami harus kembali ke Kota kami tercinta dikarenakan sahabatku si “ayam potong” harus melanjutkan tugasnya menyelesaikan satu project kecil yang sedikit menggantung atas permintaanku padanya untuk menjadi petani singkong selama dua hari.
 
Syukur pada Maha Kuasa dengan tempo empat puluh menitan kami tiba kembali ke Kota tercinta bersama sepeda motor yang kami pakai dengan kecepatan di atas rata-rata. Betapa kami letih tak berdaya mengerjakan tugas sebagai petani singkong selama dua hari. Namun rasa bahagia juga turut menjadi bagian kami karena di samping sudah mengantongi upah kerja kami, plus sebuah jepretan pemandangan alam Gunung Singgalang dengan sebuah Menara Gereja yang tampak fantastis dan aku memberinya judul; Merajut Persahabatan “Antara Singgalang dan Gereja”.
 
Menutup cuap-cuap ini, ijinku kepada siapa pun yang nantinya akan membaca dengan kalimat “MY JOB MY ADVENTURE”.

Minggu, 31 Oktober 2010

Tak Hanya Menyaksikan di TV, Bromo Emang Wow

- Tidak ada komentar
CERPEN

Gunung Bromo di Jawa Timur/Abhotneo




Oleh : Abhotneo Naibaho



Pagi yang cerah pada Minggu, 31 Oktober 2010 dengan angin sejuk di pagi hari, kami menapaki bukit-bukit terjal dalam perjalanan mulai dari gunung Pananjakan menuju lereng Gunung Bromo. Mengendarai Jeep Hartop, seakan mengingat kembali akan masa kecil ku yang kala itu mobil jenis Jeep masih bersileweran dan menjadi tren di kota halamanku Pematangsiantar. Pengalamanku masih terbilang jari menaiki kendaraan tersebut. Itu pun, menumpangi kepunyaan keluarga. 


Perjalanan ku bersama kawan-kawan seperjalanan hampir sebagian besar menjadi pengalaman pertama seumur hidup mengunjungi Bromo. Dari Pananjakan kami menempuh kurang lebih empat puluh menitan ke lereng Bromo. Jeep-Jeep tahun 60-an tadi dibayar cukup mahal untuk menghantarkan kami ke sana. Sesampainya di lereng, maka terlihat sebuah hamparan luas (landscape) dengan pandangan ke depan ke arah Gunung Bromo. 


Wooww….wooww…..sungguh menakjubkan sekali karya Yang Maha Kuasa dengan alam yang begitu indah dipandang dengan mata. Tidak hanya Gunung Bromo saja yang terlihat oleh kami di lereng, namun sebuah gunung yang masih berwarna kehijauan ternyata merupakan anak Gunung Bromo yang bernama Gunung Batok. Gunung Batok ini tidak aktif seperti gunung Bromo.  


Tidak menunggu waktu yang terlalu lama, pemandu perjalanan kami langsung membagi-bagikan voucher berkuda sebagai transportasi kami dari lereng hingga ke kaki Gunung Bromo. Ini pun juga merupakan pengalamanku yang pertama kali menunggangi kuda. Kuda yang kunaiki berwarna coklat, gagah dan berjenis kelamin jantan. Aku diiringi pemandunya, seorang masih muda, bersuku Tengger. Mereka adalah penduduk asli sekitar Bromo yang sebagian besar bermatapencaharian menjadi pemandu kuda bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.


Rasa takut sedikit hinggap di hatiku oleh karena di atas kuda ternyata tidak setenang berada di mobil atau sepeda motor. Dibutuhkan keseimbangan tubuh agar tidak jatuh. Kurang lebih dua puluh menit, aku tiba berkuda bersama pemandunya yang sedari tadi berada di depan. Sesampainya di kaki gunung, langkah selanjutnya adalah menaiki ratusan anak tangga menuju puncak Bromo. Stamina tubuhku tidak seperti dulu lagi. Mungkin karena berat tubuhku kini sudah melar alias tidak selangsing dulu. Baru puluhan anak tangga saja, napas sudah ngos-ngosan, bahkan kaki hingga paha tak berdaya untuk melanjutkannya lagi. Dibutuhkan istirahat sejenak sembari menarik napas yang baru.

Di sana ada cukup banyak pengunjung. Dari mulai kanak-kanak hingga kakek-nenek. Turis asing juga tidak ketinggalan untuk menyaksikan Bromo dalam tampak dekat hingga ke puncak. Sejenak, aku menoleh kepada kakek maupun nenek yang sudah usia lanjut namun mempunyai semangat yang gigih untuk tiba di puncak. Sebagai orang muda aku merasa malu pada mereka kalau-kalau aku tidak bisa sampai di atas. Melihat mereka menambah kepercayaan diri dan semangat ku untuk terus menaiki anak tangga puluhan demi puluhan anak tangga.


Akhirnya garis finis menjadi bagianku untuk tiba di puncak Bromo. Menarik nafas dalam-dalam agar tenang dan rasa letih hilang selama di atas. Tampak oleh ku, memandang ke bagian dalam gunung kawah yang sedikit ditutupi asap dan bau belerang yang khas menusuk hidung dan pernafasan. Ternyata Bromo adalah benar salah satu dari sekian banyak gunung yang ada di Indonesia yang masih berstatus aktif. Di atas tak lebih dari satu jam aku sudah menyaksikan akan apa yang ada di puncak Bromo. Kembali aku menuruni anak tangga untuk kembali ke Parkiran. 


Pemandu kuda yang kunaiki saat perginya tadi tetap setia menunggu ku selama aku menaiki anak tangga hingga aku turun kembali. Orang Tengger cukup cepat mengenali pengunjung rupanya. Malah dia yang memanggil ku dan memberikan keterangan bahwa dia dan kudanyalah yang kunaiki tadi menuju kaki Bromo. Dalam perjalanan pulang lebih dibutuhkan kewaspadaan ketimbang pergi karena harus menuruni jalanan dari pebukitan. Kami sedikit berdialog antara aku dan si pemandu kuda yang kunaiki. Aku bertanya padanya tentang kudanya apakah sudah milik sendiri atau majikan. Luar biasa ternyata dia menjawab, bahwa kuda tersebut sudah miliknya pribadi. “Harga kuda tersebut berkisar sepuluh juta seekornya,” imbuh si pemandu kembali kepadaku. 


Di tengah perjalanan menuju ke parkiran Jeep, kami berhenti sejenak untuk aku mengambil sebuah jepretan gambar dengan kamera hanphone ku dengan berlatarkan sebuah Pure (rumah ibadah umat Hindu) yang selama ini kutahu hanya lewat televisi saja. Aku berterima kasih kepada sang pemandu karena dia sangat rendah hati untuk mengambilkan dua buah foto bagiku.


Tiba di parkiran, aku turun dari kuda dengan penuh waspada agar tidak terjatuh. Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih kepada sang pemandu dan hanya selembar uang kertas yang dapat kuberikan padanya sebagai uang tip padanya. Dia pun tak lupa membalaskan dengan perkataan terima kasih juga padaku.


Rasa bangga, senang bisa pergi dan kembali dari puncak Bromo dengan selamat tanpa kurang sesuatu apapun. Sembari menunggu kawan-kawan yang lain tiba, aku membeli souvenir berupa kaos oblong bertuliskan “Bromo Mountain”. Bahannya tidak terlalu bagus tapi paling tidak aku pikir ada suatu kenangan bahwa aku pernah dari Bromo. Aku membeli 2 pcs, satu buatku dan satunya lagi buat istri tercinta di rumah. 


Perjalanan pergi dan pulang dari puncak Bromo membuatku sedikit lapar. Aku melihat orang Tengger yang berjualan kacang rebus. Segera kuhampiri dia untuk membeli satu kantong kresek kecil. Aku menikmati kacang rebus sampai menuggu instruksi selanjutnya dari tour guide kami selanjutnya. 


Satu jam kemudian, kami sudah berkumpul bersama dan tibalah waktu kami untuk meninggalkan Bromo dan kembali ke hotel. Sebuah perjalanan yang sedikit melelahkan, namun pengalaman dan wawasan tentang alam kian bertambah. Adalah sebuah anugerah bagiku ketika keindahan alam dapat dinikmati apalagi ia (alam) mau bersahabat dengan manusia. 


Till we meet again Bromo……..